Gelembung Zahra

Sore itu, seorang gadis kecil dengan rambut dikepang tengah asyik meniup gelembung sabun dari botol bekas kecil berwarna putih. Duduk di tangga teras rumah, seakan tak menghiraukan dedaunan jatuh terhuyung-huyung perlahan ditiup angin. Terus saja asyik memegang batang kawat yang dibentuk lingkaran kecil dimana bagian tengahnya terbentuk bulatan mengkilap, sesekali senyum tersungging di kedua pipi gadis kecil bernama Zahra tersebut.
Sambutan burung di depan muka tak diindahkan. Begitu pula ajakan sang nenek untuk mencicipi kue pai berlapis coklat. Ia nampak asyik terus memainkan gelembung sabun tadi sampai tak sadar separuh botol cairan telah terkuras. Tiba-tiba langit berubah mendung, burung pun berlindung di bawah atap rumah dan ranting pohon besar yang rimbun.
Sekali lagi Zahra cuek dengan segalanya. Petir menyambar, air turun dengan derasnya. Zahra tetap asyik memegang dan meniup, kocok, pegang lantas ditiup kembali, begitu seterusnya. Tanpa diduga, Ia berjalan dengan pandangan tetap tertuju pada bulatan kawat. Fokus, menghiraukan lalu lintas yang kebetulan senggang waktu itu.
Kemudian, botol berisi cairan sumber gelembung tadu tertumpah lantaran lepas dari pegangan tangan mungil Zahra. Ia pejamkan mata, nikmati air hujan yang mulai membasahi kepalanya. Angin berderu, petir dan kilat seperti sedang berlomba menunjukkan taringnya, Zahra tak perduli.
Malah, Ia bentangkan kedua tangannya dengan mata masih terpejam. Badannya mulai berputar, terpusat pada satu titik. Entah, apa yang terjadi dengannya. Di tengah hujan yang tak bersahabat. Zahra bak menikmati alunan violin jaman kerajaan Victoria. Gelegar halilintar bersahutan, putaran tubuh Zahra semakin cepat.
Melihat cucu kesayangan masih di luar. Nenek langsung mengambil mantel, menerobos garis putus air hujan. Sambar badan kecil Zahra yang mulai lunglai kecapekan lantas dibopong kedalam rumah.
Darah mengalir dari hidung dan telinga Zahra. Gadis kecil bernama Zahra tersebut, nampaknya ingin menikmati masa akhir hidupnya untuk meniup gelembung. Penyakit misterius telah menggerogoti sistem kekebala tubuh semenjak usianya 5 tahun. Gelembung sabun bagi Zahra bukan sekedar permainan. Melainkan sebuah pesan kepada malaikat Tuhan yang ada di bumi hingga langit ketujuh. Untuk terus memberi kasih dan damai di bumi.
Selama masa koma di Rumah Sakit setempat. Ia mendapati dirinya tengah berlarian di taman yang indah penuh warna bunga elok. Lantas, semua pemandangan tadi berubah menjadi gelap. Langit terbelah oleh blackhole. Kemudian bumi seperti tiada penghalang dengan antariksa. Yang semua gelap dan hitam waktu malam sekarang menjadi transparan seperti plastik. Bintang terkecil pun bisa dilihat Zahra waktu itu. Sejuta umat manusia seperti ikan kecil di lautan. Terombang-ambing karena bingung, atas menjadi bawah begitu sebaliknya. Belum lagi Zahra menyaksikan orang berkerumunun, mengelilingi retakan bumi. Dari dalam, muncul hewan, bukan monster dan yang pasti enggak jelas. Melata sembari menjauhi manusia. Makin bingunglah Zahra dibuatnya.
Perlahan, cahaya putih mulai meneranginya. Tersadar dalam sebuah ruang ICU dengan wajah nenek di samping, pertama kali dilihatnya. Gelembung sabun, ya benda itulah yang kemudian dalam pikiran Zahra. Bulat, tipis, namun rapuh ketika berada di atas. Mud bukan ukuran untuk dewasa. Karena koma, Zahra jadi mengerti. Kehidupan ini ringan ketika di dalamnya kosong.
Terus tertiup angin dan akan pecah kemudian. Begitu pula manusia, ketika umur dibatasi oleh penyakit semua harapan seakan sirna. Nampaknya, gelembung sabun tadi merupakan pesan kepada seluruh bumi dan Tuhan untuk selalu menjaga manusia dari segala sesal yang muncul setelah manusia ada.
"Seandainya, aku sehat dan bisa terus meniup gelembung. Akan kubuat, bulatan yang besar sehingga bisa menampung semua yang kucintai di dalamnya dan terbang ke atas awan," ucap Zahra lirih di telinga neneknya.

0 comments:

Copyright © 2008 - NGENJUNG - is proudly powered by Blogger
Blogger Template