Babi Guling

Beberapa waktu yang lalu,12-13 Januari 2008, aku dan teman, komang touring ke Pulau Dewata, Bali. Perjalanan ditempuh Sabtu, malam minggu pukul setengah 12 malam, menggunakan motor. Sebut saja start dimulai dari Sidoarjo, malam kian larut saat akan menuju ke separuh perjalanan, sekaligus tempat beristirahat sejenak serta mengisi perut yakni Paiton.
Tidak sampai satu jam berhenti untuk makan mi goreng instan plus nasi. Kami melanjutkan perjalanan kembali, sialnya, cuaca sedang tidak bersahabat. Sepanjang jalan Situbondo hingga Banyuwangi, jalanan seakan disulap menjadi lautan kecil. Di sela-sela sambaran kilat, mata ini dapat melihat di sebelah kiri saat jalan, sebuah riak ombak lautan, seperti hendak menerkam rumah-rumah penduduk, serta jalan raya.
Mungkin, para pencari berita di TV bisa merasa iri dengan kami. Lantaran, tidak sempat merekam susana yang kami, pengemudi truk, pelancong bermobil rasakan. Menyeberang di lautan kecil, serta merasakan benar bagaimana buruknya cuaca malam itu.
So...tibalah kami di daerah Banyuwangi, hingga ke Watudodol sampai ke Ketapang. Akhirnya, Pulau Dewata nampak di pelupuk mata, tidak mendung apalagi hujan seperti perjalanan kemarin malam. Cerah, namun kurasakan ada yang berbeda dalam 'kunjunganku' kali ini. Ada apa ya? Entahlah, Setelah melewati pemeriksaan SIM+STNK sampai KTP. Roda kupacu lagi menuju ke arah Denpasar.
Tujuan kami selanjutnya Gianyar, bisa dihitung berapa ratus kilometer sudah terlewati. Nah, ketika hendak mencari makan, Komang berniat mencari makanan khas daerahnya, Babi Guling. Sayangnya, menu favoritnya itu mulai jarang ditemui, tergantikan menu umum alias masakan Jawa. Singkat saja, kami langsung saja ke Gianyar, lupa nama desanya dan merasakan kasur barang sejenak. Nophie, saudara laki-laki Komang, menyambut dengan ramah dan menyilahkan memakai kamarnya. Lega, setelah beberapa jam travelling, akhirnya bisa juga tubuh ini ditidurkan.
Menjelang Maghrib, cerita dilanjutkan lagi, masih di daerah Gianyar. Kami temui 'Bapak' di desa Ngenjung. Malam itu, rupanya sedang ada banyak tamu. Pak Ngenjung inilah alasan utama, kenapa bisa senekat ini datang ke Bali, berangkat Sabtu langsung balik Minggu, lantaran Senin sudah harus bekerja.
Yaph...kangenku dan Komang sudah terpenuhi. Bisa mencium tangan, kedua pipi bapak sudah membuat capek hilang. Dan, kembali dengan penuh semangat ke Jawa. Sekali lagi, usai mencapai kota Negara, disekitar terminal, masakan kegemaran Komang tergolong langka. Alhasil, nasi campur Jawa lah yang jadi sasaran, daripada menahan lapar dan terserang masuk angin. Sepanjang perjalanan back to Surabaya, kepalaku terngiang perkataan sodara-sodara Komang. Kami berdua ibarat orang gila, menempuh perjalanan melelahkan, ratusan kilometer, menggunakan motor Megapro 2007 lantas pulang begitu saja.
Mungkin mereka tidak sadar bila rasa cinta bisa mengalahkan rasa capek, lelah, penat juga ngantuk. Yakni, cinta kepada-Nya, yak, Pak Ngenjung menunjukkan dengan cara kami anak muda, bagaimana rasanya bila dekat dan jauh dengan Beliau (Tuhan). Meski jauh dan berliku panggilan dan kasih Tuhan akan menjagaku, demi kebaikan, apalagi !!!

NB : Ga sah bingung mbacanya

0 comments:

Copyright © 2008 - NGENJUNG - is proudly powered by Blogger
Blogger Template