NGENJUNG


Entah kenapa, mata ini sulit dipejamkan malam ini. Bukan hal mengherankan sebenarnya. Karena malam silam, juga habis untuk memandang langit hitam dihiasi bintang. Serta suara hewan malam yang seakan berlomba memecahkan keheningan malam.
Entah kenapa juga, tiba-tiba pikiran ini, kembali tertambat ke rangkaian perjalanan yang membawaku, menyusuri jalanan menuju Pelabuhan Ketapang. Hingga menyeberang ke Pelabuhan Gilimanuk.
Yah, shubuh kali ini, seakan begitu kuat ajakan tersebut terdengar. Ku rasa, itu berasal dari salah satu Desa yang ada di Pulau Dewata, Bali. Sebuah tempat yang sebagian orang hanya menganggapnya tempat wisata.
Entah kenapa juga, aku tidak sekedar merasakan hal tersebut waktu berkunjung ke Desa Ngenjung.
Tempat berdiamnya sekelompok nilai kasih sayang dan kebijaksanaan dengan penuh keharmonisan.
Entah kenapa, pikiranku hanya tertuju ke sana, tanpa mengindahkan kemolekan Pulau Dewa tersebut. Orang, mungkin akan langsung bergegas menuju Pantai, atau lokasi hiburan lainny begitu menginjakkan kaki untuk kali pertama.
Entah kenapa, aku sepertinya, tidak memikirkan sama sekali hal tersebut.
Berbagai, cemooh, rasan-rasan hinggaa gunjingan harus kuterima sebelum ku putuskan untuk berangkat kesana seorang diri. Rasanya tidak perlu tahu bagaimana aku bisa sampai kesana. Meski kerjaan dan bangku kuliah terkadang memperebutkan diriku ini.
Ya Tuhan, Maha Pengasih dan Maha segalanya. Engkau lebih tahu semua apa yang terjadi di dunia ini. Orang bijak dari India pernah mengatakan,"Jika dunia ini adalah permainan, maka mainkanlah. Jika hidup ini adalah misteri maka pecahkanlah,".
Bila, anda punya argumen sendiri, Jika hidup ini indah maka nikmatilah, tidak ada yang melarang. Lantaran, kasih memancar bukan untuk dibendung melainkan dirasakan hingga jiwa kita tidak haus akan ketenangan.
Ya, semua cerita ini, sampai sifat insomnia ini menyerang, berawal dari Desa Ngenjung. Tapi, jangan salah, aku pernah "sembuh" sewaktu pulang dari sana. Kebiasaan merokok, seratus persen bisa berhenti tanpa harus menelan sugesti apapun. Begitu pula dengan kebiasaan sebagai vegetarian, kembali lagi.
Namanya juga kota, penduduk seperti Surabaya, tentu akan merasa nyaman jika mereka tahu dan terbiasa dengan sesuatu hal. Nah, ada teman baik, yang selalu heran, ketika aku pulang dari Bali, selalu saja ada perubahan, sayangnya harus pupus juga di tengah jalan (semoga vegetarianku masih ada, amin).
Mungkin, apa yang kutulis ini enggak jelas juntrungannya. Namun, Entah Kenapa, dua pikiran antara Desa Ngenjung dan ingin segera menggerakkan jari di atas keyboard, begitu kuatnya.
Bali, Bali, Bali memang bagus. Sebutan Pulau Dewata, seakan sesuai dengan alam di sana. Ya Tuhan, begitu tenang, nyaman dan bersahaja. Dimana barang berharga tidak akan mudah hilang jika kita tidak sengaja melupakannya di sembarang tempat. Ini yang saya alami, entah dengan Anda?
Desa Ngenjung, sekaligus nama yang saya dan Komang tujukan pada seorang Bapak, mungkin bernama Made, tinggal dengan keluarganya.
Hidup dalam perbedaan namun menjadikannya nyaman ditinggali. Tanpa ada hiruk pikuk berbau duniawi. Namun, bukan berarti harus hidup seperti Pandita. Masih layaknya manusia lain, beraktifitas, namun magnet menuju kesucian seakan tak terhalang.
Ya Tuhan, Entah Kenapa, pikiran ini tertuju pada Beliau beserta kebijakan yang lain.
Ya Tuhan, Engkau Maha Mencipta sekaligus Memusnahkan.
Ya Tuhan, ku ingin menjadi tokoh lakon yang selalu bisa memegang prinsip hingga kepala terpisah dari leher sekalipun.
Layakanya, tokoh Izoma yang mempertahankan kesucian cintanya pada Ashura, meski Ia seorang wanita penguasa para iblis.
Dalam cerita tersebut, ada hal yang menarik untuk disimak.
"Dunia Manusia,Dunia Lain maupun Dunia Iblis sekalipun. Merupakan Surga, bagi masing-masing penghuni,"
Ohhh, nampaknya kuatnya bisikan atau gaya magnet dari Desa Ngenjung, sudah mulai berkurang. Seiring, mulai beratnya mata ini, untuk mengajak segera tertidur pulsa.
Entah Kenapa, diriku seakan ditakdirkan untuk selalu bertemu dengan Bapak serta orang di Desa Ngenjung tersebut.
"Bagai arus yang deras. Terpisahkan Batu karang, aku tahu, suatu hari nanti. Kita akan bertemu kembali dan tak akan terpisahkan lagi,"

Salam

HIDUP DENGAN BEBAS
MATI DENGAN TENANG

(lalui, biarkan, semua akan berlalu begitu saja)

0 comments:

Copyright © 2008 - NGENJUNG - is proudly powered by Blogger
Blogger Template